Kapan terakhir kali Anda ke Yogyakarta? Yogyakarta menjadi sebuah kota yang bisa membuat pelancong merindukannya dan senantiasa ingin berlama-lama menikmati situasi Kota Gudeg ini. Kota ini masih menunjukkan kearifan budaya lokal di tengah zaman yang serba terbaru. Berada di Yogyakarta, Anda akan menerima pengalaman menarik menjelajahi budaya Jawa yang masih dipertahankan hingga kini.
Banyak daerah rekreasi mempesona yang dimiliki Kota Sang Sultan ini, salah satunya yang sangat populer tentu saja Jalan Malioboro. Jalan sepanjang 2,5 km yang membentang dari Tugu Yogyakarta sampai ke Kantor Pos Yogyakarta ini tak pernah sepi pelancong setiap harinya. Jalan Malioboro berada erat sekali dengan keraton dan disebut sebagai salah satu titik garis imajiner yang menghubungkan antara Pantai Parangtritis, Keraton Yogyakarta dan Gunung Merapi.
Siapa yang menyangka bila dulu jalanan ini hanyalah jalan sepi dengan banyak pohon asam di tepinya. Jalan Malioboro dahulu cuma dilewati oleh warga yang ingin ke keraton, Benteng Vredeburg ataupun ke Pasar Beringhardjo.
Asal nama Malioboro pun memiliki dua versi. Pertama, nama ini diambil dari bahasa Sansekerta, yang berarti ‘karangan bunga’. Hal ini dikarenakan sepanjang jalan dahulu dipenuhi oleh karangan bunga setiap kali keraton menggelar acara atau hajatan. Versi kedua menyampaikan bahwa nama jalan diambil dari seorang bangsawan Inggris, Marlborough, yang tinggal di Yogyakarta antara tahun 1881-1816.
Terlepas dari mana nama Malioboro berawal, jalan paling terkenal di Yogyakarta ini senantiasa sukses mempesona perhatian pelancong yang datang ke kota ini. Jalan Malioboro menjadi semacam pusat buah tangan khas Yogyakarta. Sepanjang jalan, Anda bisa memperoleh bermacam-macam suvenir khas mulai dari kaos, batik, blangkon, sandal, kerajinan tangan hingga bakpia patok dan yangko yang merupakan jajanan khas Yogyakarta.
Untuk masakan, di kawasan rekreasi ini terdapat deretan penjualkaki lima yang menawarkam menu sederhana tetapi lezat. Jangan lupa mencicipi nasi gudeg yang sudah menjadi kuliner wajib coba di Yogyakarta. Untuk minuman, nikmati es dawet yang menunjukkan rasa legit gula merah dipadu kental dan gurihnya santan kelapa. Sambil menikmati kuliner Anda, sekelompok pangamen akan datang silih berganti dengan menyanyikan lagu-lagu yang makin menciptakan Anda jatuh cinta pada Yogyakarta.
Di sepanjang jalan terdapat gugusan tukang becak dan delman yang setia menanti pelanggan. Inilah saatnya Anda berkeliling sekitar Jalan Malioboro dengan moda angkutankhas Yogyakarta. Tukang becak biasa memberikan paket keliling kawasan rekreasi sekitar dengan ongkos yang terjangkau. Delman juga bisa Anda jadikan opsi bila ingin mencicipi pengalaman unik berkeliling Yogyakarta.
Selama di Jalan Malioboro, Anda hampir selalu mampu menyimak alunan gamelan Jawa yang diputar dari kaset maupun dimainkan secara eksklusif oleh seniman jalanan Yogyakarta. Tak hanya di siang hari, tempat rekreasi ini pun ramai di malam hari. Budaya lesehan dan angkringan tak bisa terlepaskan dari kota anggun ini.
Sampai kini, Jalan Malioboro masih menjadi bagian penting dari Keraton Yogyakarta. Jalan ini selalu menjadi lokasi kirab setiap kali keraton mengadakan suatu program dan perayaan tertentu.
Apa yang menawan dari Jalan Malioboro dan sekitarnya?
Jalan Malioboro tak hanya perihal buah tangan khas Yogyakarta. Sepanjang jalan ini terdapat beberapa lokasi yang tak kalah menawan dibandingkan berburu buah tangan.
Keraton Yogyakarta
Keraton Yogyakarta ialah sentra budaya dan pemerintahan di Provinsi DI Yogyakarta. Keraton menjadi kerajaan sekaligus kawasan tinggal keluarga Sri Sultan. Keraton dibangun dengan perhitungan yang luar biasa matang. Setiap tata letak dan detil dari bangunannya diatur sesuai falsafah budaya Jawa.
Keraton dibangun menghadap ke arah utara bukan tanpa sebab. Dengan menghadap utara, memiliki arti keraton menghadap ke Gunung Merapi. Jika ditarik garis lurus dari utara ke selatan, maka akan timbul garis imajiner antara Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta dan Pantai Parangtritis.
Tak cuma menjadi pusat pemerintahan dan kawasan tinggal sultan beserta keluarganya, keraton juga menjadi salah satu kawasan rekreasi budaya di Yogyakarta. Keraton dibuka untuk biasa saban hari mulai pukul 08:30 – 12:30. Untuk hari Jum’at dan Sabtu, keraton tutup lebih awal, yakni pada pukul 11:00.
Baca juga : 17 Tempat Wisata Alam Populer Dan Hits di Yogyakarta
Benteng Vredeburg
Benteng Vredeburg merupakan sebuah museum sekaligus tempat rekreasi yang berada di Jalan Malioboro. Layaknya suatu museum, di dalam benteng terdapat koleksi berbagai benda peninggalan era usaha. Selain itu, terdapat ruang pemutaran film usaha dan diorama yang menggambarkan keadaan Indonesia pada zaman penjajahan.
Benteng ini mulanya dibangun di bawah perintah Sultan Hamengkubuwono I. Bangunan awalnya sungguh sederhana, cuma dari tanah liat dan kayu. Karena merasa terancam alasannya adalah kemajuan dan kemajuan keraton, Belanda karenanya mengambil alih benteng ini dan menamainya Fort Rustenburg yang kemudian berkembang menjadi Fort Vredeburg atau Benteng Perdamaian sampai kini.
Benteng Vredeburg buka setiap hari dengan jam buka, Selasa – Jum’at mulai pukul 08:00 hingga 16:00, dan Sabtu – Minggu mulai pukul 08:00 – 17:00. Tempat wisata ini tutup saban hari Senin. Untuk tiket masuk, Anda cuma perlu mengeluarkan biaya sebesar 2.000 Rupiah per orang untuk cukup umur dan 1.000 Rupiah untuk belum dewasa. Harga yang berlainan dikenakan pada pelancong aneh, yaitu 10.000 per orang untuk cukup umur maupun anak-anak.
Pasar Beringhardjo
Pasar Beringhardjo yaitu salah satu pasar tradisional sekaligus daerah wisata di Yogyakarta yang ramai dikunjungi pelancong. Di sini, Anda mampu menemukan batik dengan bermacam-macam motif, kerajinan tangan, penganan , aksesoris hingga rempah-rempah sebagai materi dasar pembuatan jamu tradisional.
Lokasi pasar ini berdiri dahulu ialah sebuah hutan yang dipenuhi pohon beringin. Dari sini pula nama Beringhardjo didapat. ‘Bering’ yang berarti pohon beringin dan ‘hardjo’ yang bermakna makmur. Pasar Beringhardjo sebagai salah satu pusat acara ekonomi Yogyakarta pada zaman dahulu dibutuhkan mampu membawa kemakmuran pada warga Yogyakarta.
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta
Daerah Ketandan yang berada di sekeliling Jalan Malioboro ialah suatu kawasan pecinan di Yogyakarta. Keberadaan etnis Tionghoa tak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan kota ini.
Salah satu wujud keberadaan etnis Tionghoa di Yogyakarta yaitu dengan diselenggarakannya Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta sebagai bab dari peringatan Hari Imlek setiap tahunnya. Acara ini bertempat di sepanjang Jalan Malioboro dan sekitarnya. Beberapa kegiatannya antara lain karnaval barongsai, bazaar kuliner, pameran budaya, panggung hiburan dan juga kontes karaoke lagu mandarin.
Yogyakarta tak pernah mengecewakan wisatawannya. Jalan Malioboro selalu siap menyambut kapan pun Anda datang berkunjung. Makara, kapan Anda akan menyempatkan diri menikmati Yogyakarta dari sepenggal jalan bernama Malioboro?